BAB 11: BIAYA MODAL
BAB 11
BIAYA MODAL
Biaya modal bisa diartikan sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Semakin tinggi
risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan.
Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingakat keuntungan yang disyaratkan.
Biaya modal dipakai sebagai discount rate untuk perhitungan analisis
penganggaran modal. Discount rate tersebut sering juga disebut sebagai biaya
modal rata – rata tertimbang (weighted average cost of capital).
1.
BIAYA MODAL RATA – RATA TERTIMBANG
Biaya modal bisa didefinisikan sebagai tingkat keuntungan
yang diharapkan atau tingkat keuntungan yang disyaratkan. Dalam analisis
investasi, biaya modal digunakan sebagi discount rate dalam analisis NPV atau
IRR. Biaya modal pada dasarnya merupakan biaya modal rata – rata tertimbang
dari biaya modal individual. Untuk menghitung biaya modal rata – rata
tertimbang kita harus melakukan beberapa langkah:
1.
Mengidentifikasi sumber – sumber dana
2.
Menghitung biaya modal individual (biaya modal untuk
setiap sumber dana)
3.
Menghitung proporsi dari masing-masing sumber dana
4.
Menghitung rata-rata tertimbang dengan menggunakan
proporsi dana sebagai pembobot.
1.1 Mengidentifikasi Sumber – Sumber Dana
Secara umum ada dua jenis sumber dana yang paling sering digunakan, yaitu hutang dan
saham. Hutang bisa terdiri atas hutang bank atau hutang melalui obligasi. Pemberi hutang
memperoleh kompensasi berupa bunga. Saham merupakan bentuk penyertaan. Saham
bisa berupa private placement (penempatan dana tidak melalui pasar modal), bisa
juga dengan membeli saham yang diperjualbelikan di pasar sekunder. Pendapatan
saham berasal dari dividen dan capital gain. Capital gain adalah selisih antara
harga jual dengan harga beli. Tetapi jenis saham preferen memunyai ciri – ciri
gabungan antara hutang dengan saham. Saham preferen adalah saham (bentuk
kepemilikan) dan berhak memperoleh dividen. Tetapi dividen tersebut bersifat
(secara umum) tetap, sehingga mirip dengan binga.
1.2 Menghitung Biaya Modal Individual
a.
Biaya Modal Hutang (kd)
Biaya modal hutang merupakan tingkat keuntungan yang
disyaratkan yang berkaitan dengan penggunaan
hutang. Karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang
pajak, biaya modal hutang dihitung net pajak. Misalkan perusahaan menggunakan
utang untuk mendanai suatu proyek, dengan bunga 20%, tingkat pajak 30%. Maka
perusahaan memiliki biaya modal utang sebesar 20% (1-0,3) = 14%. Disamping
kupon bunga, ada biaya lain yang harus dibayar oleh perusahaan.
Misalkan perusahaan menerbitkan
obligasi dengan kupon bunga 20%, nilai nominal Rp 1 juta, selama 10 tahun.
Biaya emisi obligasi dan lainnya Rp 50.000,00 per lembar saham. Aliran kas yang
berkaitan dengan emisi obligasi tersebut adalah sebagai berikut.
Kas masuk bersih yang diterima
perusahaan: Rp 1 juta = Rp 50 ribu = Rp 950.000. Biaya modal hutang (kd)
sebelum pajak adalah dengan menggunakan teknik perhitungan IRR, 21%. Perhatikan
bahwa kd, yang merupakan tingkat bunga
efektif, lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan tingkat
bunga nominal.
Bunga bisa dipakai sebagai pengurang
pajak. Karena itu faktor pajak bisa dimasukkan agar diperoleh biaya modal
hutang net pajak. Biaya modal hutang net pajak (dengan
tingkat pajak 40%) dihitun sebagai berikut.
kd* = kd (1 – t)
Untuk contoh di atas, kd* adalah
kd*
= 21% (1 – 0,4) = 12,6%
Utang dagang dan akrual tidak dimasukkan ke dalam
perhitungan biaya modal. Alasannya, karena untuk analisis penganggaran modal,
utang dagang dan sejenisnya dikurangkan dari asset lancar. Kemudian kita akan
menghitung modal kerja bersih (asset lancer – hutang dagang dan akrual).
b.
Biaya Modal Saham Preferen
Saham preferen mempunyai karakteristik
gabungan antara hutang dan saham, karena merupakan bentuk kepemilikan (saham),
tetapi dividen yang dibayarkan mirip dengan bunga karena bersifat tetap (pada
umumnya). Perhitungan biaya modal preferen mudah dilakukan, sama seperti
perhitungan biaya hutang. Parameter yang akan diestimasi relative jelas. Biaya
saham preeren (kps) adalah:
Dimana:
kps =
biaya saham preferen
Dps = dividen saham preferen
P =
harga saham preferen
Karena dividen (termasuk untuk saham preferen) tidak
mengurangi pajak, maka net pajak tidak dihitung untuk biaya modal saham
preferen.
c.
Biaya Modal Saham Biasa
Biaya modal saham lebih sulit dihitung
karena melibatkan biaya kesempatan (opportunity cost) yang tidak bisa diamati secara
langsung. Bagian ini akan membicarakan biaya modal saham melalui beberapa
metode: DCF, bond-yiled, dan CAPM.
Discounted Cash Flow
(Aliran Kas yang Didiskontokan)
Pada waktu kita membicarakan penilaian
saham dengan pertumbuhan konstan, harga saham bisa dituliskan sebagai berikut
ini (modul mengenai Nilai Waktu Uang)
Dengan mengubah r menjadi ks (baiya
modal saham), PV menjadi P (harga saham), persamaan diatas bisa diubah menjadi
berikut ini.
dimana:
ks = biaya modal
saham
D1 = dividen pada tahun pertama
P = harga saham saat
ini
g = tingkat
pertumbuhan
Biaya modal saham sama dengan dividend yield ditambah
tingkat pertumbuhan. Untuk menggunakan rumus di atas, beberapa parameter harus
diestimasi, yaitu harga saham, dividen yang dibayarkan, dan tingkat
pertumbuhan. Harga bisa diperoleh dengan mudah, terutama untuk perusahaan yang
sudah go-public dan listing di Bursa Keuangan. Data dividen juga dapat
diperoleh dengan mudah. Yang lebih sulit diperkirakan adalah menghitung tingkat
pertumbuhan.
Tingkat pertumbuhan dapat dihitung
melalui beberapa cara. Pertama, kita bisa menggunakan formula berikut ini.
g = (1 –
DPR) (ROE)
dimana:
DPR = dividen payout ratio
ROE = return on equity
Persamaan di atas mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan
merupakan fungsi dari pembayaran dividend dan return on equity. Jika perusahaan
membayarkan dividen yang kecil (yang berarti menanamkan sebagian besar labanya
kembali ke perusahaan), tingkat pertumbuhan diharapkan menjadi lebih tinggi.
Tingkat pertumbuhan akan semakin kecil jika dividen yang dibayarkan semakin besar.
Kedua, tingkat pertumbuhan juga bisa
dihitung melalui data historis. Penggunaan data historis mempunyai asumsi bahwa
pola di masa lalu akan sama dengan pola di masa mendatang (pola konstan). Misalkan
perusahaan mempunyai data dividen dan earning per lembar selama lima tahun
sebagai berikut.
EPS dan DPS Selama Lima Tahun Terakhir
Tahun
|
Dividen per Share
|
Pertumbuhan/ Tahun
|
Earning per Share
|
Perumbunhan/ Tahun
|
1
|
500
|
-
|
1000
|
0,00
|
2
|
500
|
0,00
|
1200
|
20,00
|
3
|
550
|
10,00
|
1100
|
-8,33
|
4
|
550
|
0,00
|
1250
|
13,64
|
5
|
600
|
9,09
|
1250
|
0,00
|
Rata-rata
|
4,77
|
Rata-rata
|
6,33
|
Pertumbuhan dividen bisa dihitung melalui dua cara: (1)
pertumbuhan aritmatika, dan (2) pertumbuhan geometris.
(1)
Dengan pertumbuhan aritmatika, tingkat pertumbuhan setiap
tahun bisa dihitung sebagai: ((Dt + 1 – Dt) / Dt) × 100%. Untuk setiap tahun,
tahun 2, tahun 3, tahun 4, dan tahun 5, tingkat pertumbuhan adalah 0,10; 0; dan
9,9091%. Rata – rata pertumbuhan setiap tahunadalah 4,77%. Sedangkan rata –
rata pertumbuhan EPS sebesar 6,33%.
(2)
Dengan pertumbuhan geometris, tingkat pertumbuhan dividen
bisa dihitung sebagai berikut:
500 (1 + g)4 = 600
g = 4,6%
Sedangkan EPS, perhitungan dengan
tingkat pertumbuhan geometris menghasilkan angka 5,7%
1.500 (1 + g)4 = 1.000
g = 5,7%
Meskipun pertumbuhan dividen adalah tingkat
pertumbuhan yang seharusnya dihitung, dalam beberapa situasi, barangkali kita
ingin menghitung tingkat pertumbuhan earning, bukannya dividen. Beberapa
perusahaan tidak pernah membayar dividen, meskipun mempunyai earning yang baik.
Dalam situasi tersebut, kita menghitung tingkat pertumbuhan earning, bukannya
dividen. Tetapi pada akhirnya dividenlah yang akan diterima oleh investor.
Tingkat pertumbuhan mana yang akan dipilih pada akhirnya tergantung dari
pertimbangan analis atau manajer keuangan.
Pendekatan Bond-Yield
Pendekatan yield obligasi didasarkan
pada argumen bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk investasi yang
lebih berisiko akan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keuntungan
investasi yang lebih kecil risikonya. Saham mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibandingkan obligasi. Jika terjadi kebangkrutan, pemegang saham mempunyai
prioritas klaim yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi. Kas dari
likuiditas akan diberikan ke pemegang utang. Jika masih ada sisa kas, baru
pemegang saham akan memperoleh bagiannya. Pendekatan yield obligasi bisa
dituliskan sebagai berikut.
ks = yield obligasi + premi risiko
Jika kita menggunakan rumus di atas, kita memerlukan
estimasi yield dari obligasi perusahaan (atau obligasi yang mempunyai kelas
risiko yang sama), dan premi risiko saham atas obligasi.
Misalkan perusahaan mengeluarkan obligasi yang membayar
kupon bunga Rp 2.000,00 , nilai nominal Rp 10.000,00. Harga pasar obligasi saat
ini Rp 9.500,00. Selisih tingkat keuntungan saham di atas obligasi selama 5
tahu terakhir 7%. Dengan pendekatang yield obligasi, ks bisa dihitung berikut
ini. Pertama, kita akan menghitung yield obligasi.
Yield obligasi = bunga / harga pasar obligasi
= 2.000 / 9.000 = 22,22%
ks = 22% + 7% = 29%
Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Model CAPM menggunakan argumen yang
sama dengan pendekatan yield obligasi. Menurut CAPM, tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah
premi risiko. Secara spesifik, model CAPM bisa dituliskan sebagai berikut:
ks = Rf + β ( Rm - Rf )
dimana:
ks =
tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Rf = tingkat keuntungan bebas risiko
β =
risiko sistematis
Rm = tingkat keuntungan pasar
Tingkat keuntungan bebas risiko adalah tingkat keuntungan
dari aset yang mempunyai risiko (kebangkrutan atau default dalam hal ini) yang
bisa dikatakan nol. Sebagai contoh di Amerika Bank Senrtal mengeluarkan instrument
utang T-Bills atau T-Bonds bisa dianggap sebagai instrument beas risiko, dan
kemungkinan mengalami kebangkrutan cukup kecil. Karena itu tingkat keuntungan T-Bills
atau T-Bonds bisa dipakai sebagai indicator tingkat keuntungan bebas risiko. Untuk
tingkat keuntungan pasar, kita bisa menggunakan tingkat keuntungan dari
portofolio pasar. Contoh portofolio pasar yang bisa kita gunakan adalah IHSG
(Indeks Harga Saham Gabungan) untuk kasus di Bursa Efek Jakarta.
Perhitungan biaya modal saham yang dihasilkan oleh ketiga
metode di atas akan menghasilkan angka yang berbeda-beda.
Ringkasan Biaya Modal Saham
Teknik Estimasi
|
Biaya Modal Saham
|
Discounted Cash Flow
|
28%
|
Bond-Yield Premium
|
29%
|
Capital Asset Pricing Model
|
22%
|
Hasil – hasil di atas menunjukkan bahwa biaya modal saham
berada diantara 22% - 29%. Misalkan biaya modal saham (ks) dipilih sebesar 25%.
Survey Penggunaan Metode Penentuan Harga Saham
Bagan berikut ini menunjukkan hasil survey mengenai
penggunaan teknik – teknik untuk menentukan biaya modal saham.
Teknik Perhitungan Biaya Modal Saham
Bagan tersebut menunjukkan CAPM metode paling populer untuk
menaksir biaya modal saham.
1.3 Menghitung Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)
Langkah selanjutnya adalah menghitung
proporsi sumber dana yang dipakai oleh perusahaan. Idealnya, nilai pasar yang
sebaiknya dipakai sebagai dasar perhitungan proporsi sumber dana. Misalkan
perusahaan mempunyai komposisi sumber pendanaan sebagai berikut
Perhitungan Biaya Modal Rata – rata Tertimbang (WACC)
Komponen
|
Biaya Modal Sesudah Pajak
|
Proporsi
|
Biaya Modal Rata-rata Tertimbang
|
Utang
|
12,6%
|
30.000 (30%)
|
0,3 x 12,6 = 3,78%
|
Saham Preferen
|
20%
|
10.000 (10%)
|
0,1 x 20 = 2,00%
|
Saham Biasa
|
25%
|
60.000 (60%)
|
0,6 x 25 = 15,00%
|
WACC = 20,78%
|
WACC perusahaan tersebut adalah 20,78%.
Angka tersebut bisa digunakan sebaga discount rate (cut-off rate) dalam
keputusan penganggaran modal atau yang lainnya (misalnya perhitungan struktur
modal).
Meskipun nilai pasar idealnya merupakan
pilihan terbaik untuk menghitung komposisi sumber dana, tetapi informasi
tersebut tidak tersedia dengan mudah. Salah satu alternatif adalah menggunakan
nilai buku. Nilai buku bisa diambil dari neraca keuangan perusahaan. Saham
biasa masuk dalam kategori total modal saham (saham biasa + laba yang ditahan +
agio).
1.4 Biaya Modal Saham Eksternal
Jika perusahaan menerbitkan saham baru,
biaya emisi (flotation cost) akan muncul. Biaya tersebut dipakai untuk membayar
biaya yang berkaitan dengan penerbitan saham, seperti biaya akuntan, mencetak
saham, dan lainnya. Penerimaan kas bersih dengan demikian akan lebih kecil
setelah biaya emisi tersebut dimasukkan. kas yang didiskontokan (discounted
cash flow) bisa mengakomodasi biaya emisi seperti berikut.
dimana:
ke =
biaya modal saham eksternal
D1 = dividen pada tahun pertama
P =
harga saham saat ini
f =
flotation cost
g =
tingkat pertumbuhan
Model CAPM dan yield obligasi tidak
secara langsung bisa mengakomodasi biaya emisi eksternal, karena formula CAPM
atau yield obligasi tidak memasukkan faktor biaya emisi. Tetapi model CAPM dan
yield obligasi secara eksplisit memperhitungkan risiko dalam estimasi biaya
modal.
2.
BIAYA MODAL MARGINAL DAN BIAYA MODAL
RATA – RATA
Biaya modal rata-rata berbeda dengan biaya modal marjinal.
Biaya modal marjinal merupakan biaya modal yang diperoleh sebagai akibat
bertambahnya dana modal yang diperoleh. Sebagai contoh, misal perusahaan
menggunakan dua jenis hutang, pertama dengan nilai Rp200 juta dengan tingkat
bunga 10%, kedua dengan nilai Rp200 juta dengan tingkat bunga 15%. Misalkan
perusahaan melakukan pinjaman lagi sebesar Rp200 juta dengan tingkat bunga 20%.
Biaya modal hutang marjinal adalah 20%, karena biaya tersebut merupakan biaya
modal yang diperoleh dengan masuknya modal baru. Jika kita menghitung biaya
modal rata-rata, maka biaya modal hutang rata-rata adalah (10% + 15% + 20%) / 3
= 15%.
Dalam perhitungan biaya modal, biaya modal marjinal adalah
biaya modal yang relevan, karena biaya tersebut mencerminkan biaya di masa mendatang
(yang akan diperoleh). Biaya modal rata-rata mencerminkan informasi masa
lampau, yang tidak relevan lagi. Tetapi dalam beberapa situasi kita menggunakan
biaya modal masa lampau, karena beberapa alasan, seperti mudah dilakukan, biaya
modal masa lampau bisa dipakai untuk estimasi biaya modal marjinal (masa
mendatang). Perhitungan biaya modal di atas mengasumsikan penggunaan biaya
modal marjinal. Tetapi dalam praktek, biaya modal sering diestimasi berdasarkan
laporan keuangan, yang berarti biaya modal diestimasi dengan menggunakan data
masa lampau.
3.
LOMPATAN DALAM BIAYA MODAL RATA – RATA
TERTIMBANG DAN SKEDUL INVESTASI
Jika biaya modal salah satu komponen berubah, maka akan ada
lompatan dalam biaya modal rata-rata tertimbang. Misalkan saja struktur modal
yang dilakukan oleh perusahaan adalah modal saham, hutang, dan saham preferen
sebesar 60%, 30%, dan 10%, berturut-turut. Biaya modal hutang (sesudah pajak),
saham preferen, dan saham biasa adalah 12,6% (sesudah pajak), 20%, dan 25%,
berturut-turut. WACC untuk komposisi tersebut adalah:
WACC = (0,3 × 12,6) + (0,1 × 20) + (0,6 × 25) = 20,78%
Misalkan perusahaan mempunyai kesempatan investasi sebesar
Rp 200 juta. Untuk mendanai 200 juta tersebut, berikut ini komposisi sumber
dana yang harus dikeluarkah perusahaan.
Komposisi Pendanaan
Komponen
|
Proporsi
|
Jumlah
|
Utang
|
30%
|
0,3 x 200 = 60
juta
|
Saham Preferen
|
10%
|
0,1 x 200 = 20
juta
|
Saham Biasa
|
60%
|
0,6 x 200 = 120 juta
|
Total = 200
juta
|
Lompatan WACC bisa terjadi karena meningkatnya biaya modal
individual. Contoh, perusahaan bisa menggunakan utang dengan tingkat bunga
12,6% (net pajak) sampai dengan 40 juta. Karena utang yang diperlukan 60 juta,
melebihi batas 40 juta, perusahaan terpaksa memperoleh tingkat bunga baru yang
lebih mahal, yaitu 15%(nrt pajak). Peningkatan ini terjadi karena utang
meningkat, berarti tingkat risiko semakin tinggi. Lompatan karena penggunaan
hutang yang baru bisa dihitung sebagai berikut.
= 40
juta / 0,3 = 133 juta
Alokasi dana sebesar Rp 133 juta tersebut sebagai berikut.
Utang = 30% x Rp 133 juta = Rp 40 juta
Saham preferen = 10% x Rp 133 juta = Rp 13 juta
Laba ditahan = 60% x Rp 133 juta = Rp 80 juta
Total Rp 133 juta
WACC yang baru kemudian bisa didhitung sebagai berikut.
WACC = (0,3
x 15) + (0,1 x 20) + (0,6 x 25) = 21,5%
WACC meningkat dari 20,78% menjadi 21,5%. Lompatan WACC bisa
terjadi lagi jika komponen biaya modal yang lain mengalami perubahan. Misalkan
laba yang ditahan tahun ini sebesar Rp100 juta. Jika perusahaan mempertahankan
struktur modal seperti itu, maka jumlah dana maksimum yang bisa digunakan oleh
perusahaan adalah.
= 100 juta / 0,6 = Rp 167 juta
Komposisi dana Rp 167 juta adalah sebagai berikut.
Utang = 30% x Rp 167 juta = Rp 50 juta
Saham preferen = 10% x Rp 167 juta = Rp 17 juta
Laba ditahan = 60% x Rp 167 juta = Rp 100 juta
Total Rp 167 juta
Kesempatan investasi yang menarik cukup banyak, yaitu Rp 200
juta, melebihi Rp 167 juta. Misal perusahaan memutuskan untuk menambah modal
dengan mengeluarkan saham baru untuk menutup kekurangan tersebut. Biaya modal
saham baru (eksternal) adalah 27%, lebih tinggi dibanding biaya modal saham
internal. Biaya modal rata-rata tertimbang baru adalah:
WACC = (0,3
x 15) + (0,1 x 20) + (0,6 x 27) = 22,7%
Lompatan – lompatan dalam WACC tersebut bisa digambarkan
sebagai berikut.
Lompatan dalam WACC
Informasi lompatan dalam WACC bisa digabung dengan
kesempatan investasi yang ada. Misalkan kesempatan investasi perusahaan bisa
diidentifikasi sebagai berikut.
Skedul Investasi dan IRR
Anggaran investasi
|
A
|
B
|
C
|
D
|
Investasi
|
Rp 50 juta
|
Rp 40 juta
|
Rp 60 juta
|
Rp 100 juta
|
IRR
|
30%
|
25%
|
23%
|
19%
|
Informasi biaya modal marginal dan kesempata investasi yang
ada bisa digabung sebagai berikut.
Lompatan WACC dan Skedul Investasi
Dari bagan di atas, tampak hanya usulan investasi A, B dan C
yang masih layak dilakukan karena menghasilkan IRR lebih tinggi dibandingkan
WACC.
Secara teoritis
perusahaan akan melakukan investasi sampai MCC (marginal cost of capital) sama dengan marginal rate of return (MRR). Bagan berikut ini menyajikan kurva
MCC dan MRR yang berbentuk garis kontinyu. Investasi optimal diperoleh jika MCC
= MRR, seperti terlihat dalam bagan berikut ini.
MCC dan IRR (variabel kontinyu)
4.
PERTIMBANGAN DINAMIS: REVIEW BIAYA
Modal secara Regular Seberapa sering biaya modal (WACC)
dihitung? Kondisi perusahaan dan lingkungannya selalu berubah. Risiko dan
kesempatan investasi perusahaan berubah. Perubahan ini mengakibatkan perubahan
komposisi struktur modal yang baru dan juga perubahan tingkat keuntungan yang
disyaratkan (biaya modal). Kondisi lingkungan yang berubah juga mengakibatkan
perubahan biaya modal, misal inflasi yang berubah mengakibatkan kenaikan
tingkat keuntungan yang disyaratkan secara umum. Perubahan risiko (misal
semakin tinggi, terjadi jika kondisi ekonomi memburuk) mengakibatkan premi
risiko meningkat.
Karena situasi berubah secara dinamis, perusahaan perlu
mengevaluasi biaya modal rata-rata tertimbangnya secara periodik. Berapa
sering? Nampaknya tidak ada formula yang pasti. Perhitungan bisa dilakukan
setiap tahun, bisa juga setiap lima tahun. Tetapi hal yang jelas, jika kondisi
perusahaan dan lingkungan secara fundamental berubah, maka sudah saatnya
menghitung biaya modal rata-rata tertimbang kembali.
5.
MENGHITUNG BIAYA MODAL UNTUK J.C PENNEY
J.C. Penney adalah perusahaan retailer (khususnya) pakaian. J.C.
Penney ingin menghitung biaya modal rata – rata tertimbang. Neraca keuangan dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Neraca Keuangan J.C. Penney
Neraca per Januari 1990 (dalam juta)
Asset
|
Kewajiban
|
Aktiva Lancar
$ 7.539
|
Utang dagang, akrual, dan lainnya $2.860
|
Aktiva Tetap
5.159
|
Utang pajak 1.278
|
Total
$ 12.697
|
Utang dan sewa 4.207
|
Modal saham 4.353
|
|
Total $
12.698
|
5.1 Menghitung Biaya Modal Utang
Biaya utang untuk Penney adalah biaya
bunga yang harus dibayar Penney jika perusahaan memperoleh tambahan uang.
Ratimh yang diperoleh Penney oleh Moddy’s adalah A+. Tingkat bunga obligasi
dengan rating semacam itu adalah 9,5%. Biaya modal sesudah pajak adalah
(tingkat pajak = 39%):
kd* = 9,5 (1 – 0,39) = 5,8%
5.2 Menghitung Biaya Modal Saham
Tingkat pertumbuhan dividend dan earning
per lembar selama 10 tahun terakhir adalah 14% dan 10%. Sedangkan untuk 5 tahun
terakhir adalah 17% dan 14%. Harga saham saat ini adalah 66 7/8. Dividen tahun
lalu $2,24 per lembar. Tingkat bunga bebas investasi bebas risiko 8,1%. Tingkat
keuntungan portofolio pasar dihitung atas 3 komponen: inflasi, pertumbuhan
ekonomi riil dan premi risiko, sebagai berikut.
Tingkat keuntungan portofolio pasar = inflasi yang diperkirakan + pertumbuhan
ekonomi riil + premi risiko yang diharapkan
=
8,1% + 3% + 5%
=
16,10%
Beta perusahaan berdasarkan publikasi dari Value Line adalah
1,15. Premi risiko saham atas obligasi 5%. Untuk pendekatan DCF, tingkat
pertumbuhan yang dipakai adalah yang dipublkasikan Value Line. Tingkat ini
diperkirakan merupakan tingkat pertumbuhan yang diharapkan oleh investor.
DCF ks = (2,24(1 + 0,14)) / (66 7/8) +
0,14 = 17,81%
CAPM ks =
8,1 + 1,15 (16,10 – 8,10) = 17,30%
Yield boligasi ks =
9,5% + 5% = 14,5%
Penney mengambil rata – rata dari ketiga pendekatan
tersebut. Biaya modal saham dihitung menjadi (17,8 + 17,3 + 14,5) / 3 = 17%
5.3 Menghitung Biaya Modal Rata – rata Tertimbang
Dengan menggunakan proporsi
masing-masing sumber dana sebagai pembobot. Berikut ini ringkasan perhitungan
tersebut.
Biaya Modal Rata – rata Tertimbang J.C. Penney
Komponen
|
Biaya Modal Net Pajak
|
Proporsi
|
Rata-rata Tertimbang
|
Utang Jangka Pendek
|
4,94%
|
0,118
|
0,583%
|
Utang Jangka Panjang
|
5,80%
|
0,217
|
1,259
|
Saham Biasa
|
17,00
|
0,665
|
11,305
|
Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) =
|
13,15%
|
Biaya modal rata-rata tertimbang J.C. Penney pada Januari
27, 1990 adalah 13,15%. Angka tersebut dipakai sebagai tingkat keuntungan yang
disyaratkan dalam penganggaran modal dan lainnya.
ok
BalasHapus