BAB 12: TEORI STRUKTUR MODAL
BAB 12
TEORI STRUKTUR MODAL
1. PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur
modal yang optimal. Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap
nilai perusahaan. Struktur modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai
perusahaan yang optimal. Ilustrasi berikut ini menggambarkan argument tersebut.
Nilai Perusahaan menurut Pendekatan Tradisional
|
A
|
B
|
C
|
Laba
|
100
|
100
|
100
|
Bunga
|
0
|
40
|
60
|
Laba tersedia untuk pemegang saham
|
100
|
60
|
40
|
ks
|
0.2
|
0.22
|
0.3
|
Vs
|
500
|
272.73
|
133.33
|
kb
|
0
|
0.15
|
0.25
|
Vb
|
0
|
266.67
|
240
|
WACC
|
0.2
|
0.1854
|
0.2679
|
Nilai total perusahaan (Vs + Vb)
|
500
|
539.4
|
373.33
|
Catatan:
ks = tingkat
keuntungan yang disyaratkan oleh pemegang saham
kb = tingkat
keuntungan yang disyaratkan oleh pemegang utang (tingkat bunga)
Vs = nilai pasar
saham, Vb = nilai pasar utang
WACC = weighted average cost of capital atau biaya modal
rata-rata tertimbang
Misal ada 3
perusahaan. Perusahaan A tidak menggunakan utang, karena itu tidak membayar
bunga. Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham 20%. Untuk perusahaan A,
WACC adalah:
WACCA
= [500 / (500) x 20%] = 20%
Karena tidak menggunakan utang, WACC sama dengan biaya modal
saham. Perusahaan B menggunakan utang sebesar 266,67. Dengan tingkat bunga
(biaya modal utang) 15%, perusahaan membayar bunga 40. Biaya modal saham naik
menjadi 22% karena risiko saham meningkat dengan meningkatnya penggunaan utang.
WACC perusahaan B adalah:
WACCB
= [266.67 / (266.67 + 272.73) x 15%] + [272.73 / (266.67 + 272.73) x 20%]
=
18.54%
Perusahaan C menggunakan utang sebesar 240. Karena utang
semakin tinggi, biaya modal utang meningkat menjadi 25%. Untuk mencerminkan
kenaikan penggunaan utang yang semakin tinggi, biaya modal saham juga meningkat
menjadi 30%. WACC perusahaan C adalah:
WACCC
= [133.33 / (133.33 + 240) x 25%] + [240 / (133.33 + 240) x 30%]
= 26.79%
2.
PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan
tradisional struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom
tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada
kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan nilai
perusahaan tanpa utang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan
pajak dari penggunaan utang.
Biaya Modal menurut Pendekatan Tradisional
2.1
Proposisi MM Tanpa Pajak
MM mengajukan beberapa asumsi untuk
membangun teori mereka:
1.
Tidak ada pajak
2.
Tidak ada biaya transaksi
3.
Individu dan perusahaan meminjam pada tingkat yang sama.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua proposisi
yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak.
Nilai
perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang sebagai berikut ini.
VL
= VU
Dimana:
VL = Nilai untuk perusahaan yang
menggunakan hutang (value for leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang
tidak menggunakan hutang (100% saham, atau value for unlevered companies).
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan
Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan
mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).
Nilai Perusahaan menurut MM (Tanpa Pajak)
Pendekatan Roti menurut MM (Tanpa Pajak)
Dalam gambar tersebut,struktur modal
hanya seperti memotong roti yang besarnya sudah ditentukan. Bagaimana cara
memotong roti tersebut tidak akan mempengaruhi besar kecilnya roti tersebut.
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat
keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik
proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
ks = ko + B / S (ko – kb)
dimana:
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
perusahaan tanpa hutang
B/S = rasio hutang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang
(tingkat bunga).
Dengan menggunakan hutang yang semakin
banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin
besar. Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan menurunkan
biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat
keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) konstan. Tetapi dengan semakin
meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga
akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan biaya modal
rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.
Biaya Modal Perusahaan menurut MM (Tanpa Pajak)
Bagan di atas menunjukkan kb yang
konstan. Tetapi ks menunjukkan peningkatan proporsional dengan peningkatan
rasio utang terhadap saham (B/S). Hasilnya adalah WACC yang konstan.
Berikut ini contoh proporsi MM dalam
angka. Misalkan tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan
tanpa bunga (ko) adalah 15%. Nilai pasar saham dengan utang saham masing-masing
4.000. Tingkat bunga 10%. WACC 15%. Perusahaan meningkatkan utangnya menjadi
8.000, berapa biaya modal saham yang baru?
ks =
ko + B/S (ko-kb)
ks =
15% + (8.000/4.000) (15%-10%)
=
15% + 10% = 25%
WACC yang baru adalah
WACC =
(1/3) (25%) + (2/3) (10%)
=
25/3 + 20/3 = 15%
Contoh tersebut menunjukkan biaya modal
rata-rata tertimbang tetap sama meskipun struktur modal berubah-ubah. Dengan
kata lain nilai perusahaan tetap sama.
2.2
Proposisi MM dengan Pajak
Pendekatan Roti menurut MM (dengan Pajak)
Terlihat bahwa roti tersebut dibagi ke
dalam tiga bagian: saham, hutang, dan pajak. Pajak dibayarkan kepada
pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan
untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Dalam gambar (a), dimana hutang yang
digunakan lebih sedikit, pajak yang dibayarkan menjadi lebih besar. Karena
aliran kas yang keluar (melalui pajak) semakin besar, roti yang tersisa menjadi
semakin kecil. Gambar (b) menunjukkan penggunaan hutang yang semakin besar.
Pajak yang dibayarkan semakin kecil, yang berarti perusahaan bisa menghemat
aliran kas keluar. Roti yang tersisa pada gambar (b) nampak lebih besar
dibandingkan dengan roti yang tersisa pada (a). Ilustrasi tersebut menunjukkan
bahwa dengan memperhitungkan pajak, struktur modal bisa mempengaruhi nilai
perusahaan.
Nilai perusahaan dengan utang akan sama
dengan nilai perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang.
Formula untuk pernyataan tersebut:
Dimana:
Tc = tingkat pajak (perusahaan)
B = besarnya utang
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
kb = tingkat keuntungan utang (tingkat bunga)
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
perusahaan tanpa utang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (pendapatan sebelum
pajak dan bunga).
Nilai perusahaan tanpa utang merupakan
present value dari tingkat keuntungan EBIT (Earning Before Interest and Taxes),
didiskontokan dengan biaya modal saham tanpa utang (ko). Penghematan bunga didiskontokan
dengan biaya modal utang (kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena
risiko yang berbeda antara EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga
(aliran kas untuk pemegang utang). Bagan berikut menunjukkan situasi tersebut.
Nilai Perusahaan menurut MM (dengan Pajak)
Nampak nilai perusahaan dengan utang meningkat proporsional
dengan penggunaan utang.
Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan
bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang.
Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan
nilai karena kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan:
ks = ko + B / S (1 – Tc) (ko – kb)
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang
yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan
hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya
modal hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya
modal rata-rata tertimbang (meski biaya modal sahamnya meningkat).
Biaya Modal menurut MM (dengan Pajak)
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori
tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya
(99%, sebagai contoh). Tetapi dalam kenyataan, tidak ada perusahaan yang mempunyai
hutang sebesar tersebut.
3.
TEORI TRADE-OFF DALAM STRUKTUR MODAL
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak
bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah
dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas)
kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan.
Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar
20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal:
1. Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan
untuk membayar biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya
lainnya yang sejenis.
2. Biaya tidak langsung: biaya yang
terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain
tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier
barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan
tidak terbayar.
Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proporsi MM dengan pajak
bisa dimodifikasi sebagai berikut.
VL = VU + PV Penghematan Pajak – PV Biaya Kebangkrutan
Perhatikan bahwa biaya kebangkrutan sampai tingkat utang
tertentu akan lebih tinggi dibandingkan dengan PV Penghematan pajak. Nilai
perusahaan akan mulai menurun pada titik tersebut.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya
keagenan hutang (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik
antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi
kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkat. Dalam situasi tersebut,
pemegang hutang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap
perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring
(persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga
dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan,
persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.
VL = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangkrutan + PV
Biaya Keagenan].
Bagan berikut ini menggambarkan adanya trade-off antara penghematan
pajak, biaya kebangkrutan dan biaya keagenan.
Nilai Perusahaan menurut Pendekatan Trade-Off
Bagan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan
utang akan semakin meningkat dengan meningkatnya utang. Tetapi nilai tersebut mulai
menurun pada titik tertentu. Pada titik tersebut, tingkat utang merupakan
tingkat yang optimal. Dengan demikian gabungan antara teori struktur modal
Modigiliani-Miller dengan memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan
mengindikasikan adanya trade-off antara penghematan pajak dari hutang dengan
biaya kebangkrutan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off
struktur modal, atau static trade-off capital structure theory. Tetapi teori
tersebut tidak memberikan formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa
tingkat hutang yang optimal.
4.
MODEL MILLER DENGAN PAJAK PERUSAHAAN
DAN PERSONAL
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal
tanpa pajak, dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh
melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak.
Penghematan pajak tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.
Penghematan pajak = VL - VU = tc . B
Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal
dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus
membayar pajak jika mereka menerima dividen (untuk pemegang saham) atau bunga
(untuk pemegang utang). Menurut Miller, nilai perusahaan yang menggunakan utang,
setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut ini.
Dimana:
VL = Nilai perusahaan dengan utang
VU = Nilai perusahaan tanpa utang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham (atas dividen dan capital
gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang utang (atas bunga)
B = utang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah,
tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang
harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas
pemegang utang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa implikasi. Jika
(1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts), maka persamaan di atas menjadi,
VL = VU + (1 – 1) B = VU
Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan
dengan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang. Tidak ada penghematan
pajak atas bunga utang. Pada situasi lain, dimana ts = tb persamaan di atas menjadi.
VL = VU + Tc . B
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan
utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah penghematan pajak
karena bunga utang. Persamaan tersebut sama dengan argumen MM dengan pajak.
Dua situasi di atas merupakan situasi ekstrim. Pada situasi
kebanyakan, nilai VL akan berada diantara nilai VU dan nilai VU + Tc.B. Gambar
berikut menunjukkan situasi tersebut.
Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Pajak Personal
5.
PECKING ORDER THEORY
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer akan
berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan biaya
kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya
jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald
Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang
mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan utang yang
lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi
dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah
sebagai berikut ini.
1)
Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
2)
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan
pada perkiraan kesempatan investasi.
3)
Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung
dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa
diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan
lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu,
dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
4)
Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan
mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan
memulai dengan utang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti
obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur modal.
Teori tersebut menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak
memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh
kebutuhan investasi. Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan
yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang
yang lebih kecil.
6.
TEORI ASIMETRI INFORMASI DAN SIGNALING
Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat.
Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan
tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan pihak lainnya.
6.1 Myers dan Majluf (1977)
Menurut Myers dan Majluf (1977), ada
asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar: manajer mempunyai
informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan
pihak luar. Teori asimetri bisa digunakan untuk menjelaskan teori Pecking Order
(perusahaan memilih dana internal, dan menggnakan penerbitan saham baru sebagai
langkah terakhir).
Dalam konteks asimetri informasi,
preferensi penerbitan saham yang paling kecil (urutan paling rendah), karena
biaya asimetri saham adalah yang paling besar. Utang mempunyai biaya asimetri
yang lebih rendah dibandingkan saham. Dana internal praktis terbebas dari biaya
asimetri, karena itu dana internal mempunyai biaya asimetri paling kecil.
Karenanya, urutan perferensi penggunaan dana berdasarkan biaya asimetri adalah:
dana internal, utnag dan penerbitan saham.
6.2 Signaling (Ross, 1977)
Ross (1977) mengembangkan model dimana
struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh
manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan
baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan
hal tersebut ke investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak, sebagai
signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa
dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa
mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa
perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda
atau signal positif.
7.
TEORI LAINNYA
7.1 Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal
disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik
antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free-cash flow (Jensen,
1985). Free-cash flow dalam konteks ini didefinisikan sebagai aliran kas yang
tersisa sesudah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai. Tetapi ada
kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk freecash flow)
sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap
sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free-cash flow. Jika perusahaan
menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari
perusahaan (untuk membayar bunga).
7.2 Pendekatan Interaksi Produk/Input dengan Pasar
Model ini berangkat dari teori
organisasi industri, dan relatif baru dibandingkan teori lainnya. Ada dua
kategori dalam pendekatan ini: (1) Menjelaskan hubungan antara struktur modal
perusahaan dengan strategi, dan (2) Menjelaskan hubungan antara struktur modal
dengan karakteristik produk atau input.
7.3 Kontes atas Pengendalian Perusahaan
Beberapa penemuan pendekatan ini adalah
perusahaan yang menjadi target (dalam pengambilalihan) akan meningkatkan
tingkat utangnya, dan mengakibatkan kenaikan harga saham. Tingkat utang
berhubungan negatif dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka
pada proses pengambil alihan usaha).
ok
BalasHapus