BAB 14: ANALISIS INVESTASI LANJUTAN: PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE



BAB 14
ANALISIS INVESTASI LANJUTAN: PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE


1.      METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV)
           1.1  Kerangka APV
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya modal rata-rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adujsted Present Value). APV menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan mengambil ide dari model struktur modal Modigliani Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang adalah nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan penghematan pajak dari utang (bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak).
APV dengan demikian dihitung dengan menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman (financing), seperti berikut ini.
APV = Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan   melakukan proyek

Base case NPV dihitung melalui asumsi proyek dilakukan dengan menggunakan saham semuanya (100% saham). Sumber NPV dari keputusan pendanaan (financing decision) tidak hanya dari penghematan pajak, tetapi juga dari sumber lain, misal pinjaman yang disubsidi oleh pemerintah.

           1.2  Peningkatan Kapasitas Pinjaman
Misalkan perusahaan ingin mempertahankan rasio utang sebesar 40%. Dengan bertambahnya aset, maka utang yang bisa dipinjam oleh perusahaan juga akan semakin meningkat (untuk mempertahankan rasio yang sama). Jika perusahaan melakukan usulan investasi, maka asetnya akan bertambah, dan karenanya kapasitas pinjaman juga akan bertambah. Apakah kapasitas pinjaman yang bertambah tersebut mempunyai nilai? Jika bunga yang dibayarkan bisa dipakai sebagai pengurang pajak, maka semakin besar bunga yang dibayarkan, akan semakin besar penghematan pajak yang diperoleh. Dengan kata lain, penambahan kapasitas hutang akan mendatangkan nilai bagi perusahaan. 


2.      PERBANDINGAN APV DENGAN WACC
Misalkan ada usulan investasi yang membutuhkan investasi awal Rp50 juta. Investasi diperkirakan menghasilkan pemasukan bersih Rp20 juta per tahun. Usia investasi selamanya (tidak terbatas). Pajak 40%. Perusahaan ingin menggunakan utang sebesar 40% dari totoal nilai perusahaan (debt ratio sebesar 40%). Tingkat bunga 15%. Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk pemegang saham 20%. Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada), analisis bisa dilakukan seperti ini.

           2.1  Analisis dengan APV
Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung formula berikut ini.
APV    = NPV 100% saham + PV penghematan pajak dari bunga
= ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak × Uutang )

Karena perusahaan ingin menggunakan tingkat utang 40% dari nilai pasar perusahaan, maka kita menghitung nilai perusahaan dengan utang terlebih dulu, kemudian bisa menghitung besar utang yang akan dimiliki perusahaan. Perhitungannya sebagai berikut.
            Vd = Nilai 100% saham + Pajak x 40% x Vd

Dimana Vd = nilai perusahaan dengan menggunakan utang. Nilai investasi dengan 100% saham bisa dihitung berikut ini.
            Penjualan         Rp20 juta
            Pajak (40%)     Rp  8 juta
            Kas bersih       Rp12 juta
Kemudian, menghitung nilai investasi dengan 100% saham, usia investasi selamanya, yaitu Rp60 juta (12 juta / 0,2). Vd dengan demikian bisa dihitung sebagai berikut.
            Vd = 60 juta + (0,4) (0,4) Vd
            Vd = 75 juta
Besarnya utang dengan demikian 30 juta (0,4 x 75 juta). Dengan menggunakan APV, kita bisa memperoleh APV sebagai berikut.
APV    = (12 juta / 0,2) + (0,4 x 30 juta) – 50 juta
            = 12 juta
Dengan demikian usulan investasi layak dilakukan.

            2.2  Analisis dengan WACC
Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan tambahan utang. Karena perusahaan menggunakan utang, maka risiko semakin meningkat, sehingga ks juga meningkat. Tingkat bunga pinjaman (kb) 15%. Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.
ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)
      ks = 20% + (2/5) (1 – 0,4) (20% - 15%) = 22
WACC bisa dihitung sebagai berikut.
      WACC = (3/5) (22) + (2/5) (1 – 0,4) (15%)
                  = 16,8%

Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah.
NPV    = (Kas tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi
            = (12 juta / 0,168) – 50 juta
            = 12 juta

           2.3  Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base) kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang). APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai. Berikut ini beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang bagaimana.
     1.      Jika risiko proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
     2.      WACC berbicara mengenai rasio utang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat (jumlah) utang. Jika jumlah utang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah) utang sulit diprediksi, maka penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio utang terhadap nilai perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah utang juga akan berubah-ubah. Jumlah utang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika rasio utang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.

3.      MENGHITUNG BETA UNLEVERED
           3.1  Tanpa Pajak
Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro). Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung sebagai berikut ini.

ro = Rf + βU (Rm – Rf)
dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham. Tetapi, biasanya perusahaan menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan yang menggunakan saham 100%. Kita bisa menggunakan formula CAPM untuk menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan utang) seperti berikut ini.

rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko sistematis saham (karena dihitung melalui saham yang listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan formula β = Kovarians return pasar dengan return saham / Varians pasar. Model pasar bisa dituliskan sebagai berikut ini.

Ri = αi + βi (Rm) + ei
βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i. Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan utang sehingga βi tersebut merupakan beta yang mengandung unsur utang. Padahal kita menginginkan beta 100% saham untuk menghitung biaya modal saham. Kita bisa melakukan penyesuaian dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta utang sebagai berikut ini.
Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta utang dan beta saham. Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya, seperti berikut ini.
βASET = (B / (B + S)) βUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM

βUTANG biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol. Karena itu persamaan di atas bisa dituliskan sebagai berikut ini.
βASET = (S / (B + S)) βSAHAM

Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai berikut ini.
βSAHAM = βASET (1 + (Utang / Saham))

Berikut contoh aplikasi formula tersebut. Misalkan kita melakukan regresi modal pasar untuk saham PT. X dan memperoleh koefisien beta sebesar 1,1. Kemudian PT. X menggunakan utang dengan perbandingan utang dan saham 1:3. Berapa beta saham 100% PT. X?
            βASET = {3 / (1+3)} 1,1 = 0,825

           3.2  Dengan Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S

Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah dengan PV penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai utang ditambah nilai saham.
Persamaan sebelumnya menunjukkan bahwa beta aset merupakan rata-rata tertimbang dari beta sumber dana individual. Karena B + S = VL dan VL = VU + tc.B, maka beta aset bisa dituliskan berikut ini.
βASET = (B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM  
atau
βASET = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG
dimana βU adalah beta untuk perusahaan unlevered (tidak menggunakan hutang). Dengan menyamakan kedua persamaan di atas, maka:
(B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG
(S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + βUTANG [((tc.B) – B) / VL]
βSAHAM = (VL / S) (VU / VL) βU + βUTANG [{(VL.tc.B) – VL.B) / (VL.S)]
βSAHAM = (VU / S) βU + βUTANG [{(tc.B) – B) / S]

Persamaan MM untuk nilai perusahaan dengan hutang adalah VL = VU + t.B.
Dengan kata lain, VU = VL – t.B. Karena VL = B + S, maka kita juga bisa menuliskan sebagai berikut: VU = B + S – t.B. Dengan demikian persamaan di atas bisa dituliskan kembali sebagai berikut ini.
βSAHAM = {(B + S – t.B) / S) βU + βUTANG [{(tc.B) – B) / S]
βSAHAM = βU.B + βU.S – βU.t.B + βUTANG.t.B – βB.B
                                                S
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.
βSAHAM = βU + βU (B / S) – βU (t.B / S) + βUTANG (t.B / S) – βB (B / S)
βSAHAM = βU + [βU – βU.t + βUTANG.t – βB] (B / S)
βSAHAM = βU + [(1 – t) (βU – βB) (B / S)]
βSAHAM = βU (1 + (1 - t) (B))
                                    S

Beberapa implikasi bisa dilihat dari persamaan di atas. Pada perusahaan dengan hutang, (B / S) adalah positif. Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif. Dengan demikian beta saham perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena hutang meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam pada situasi tanpa pajak. Sebagai contoh, perusahaan menggunakan utang dan saham dengan perbandingan 1 dan 3. Berikut ini dua beta saham perusahaan pada kondisi tanpa pajak dan dengan pajak (misal 30%), dan beta saham 100% adalah 1.
Tanpa pajak     : βSAHAM = 1{1 + (1/3)} = 1,333
Dengan pajak  : βSAHAM = 1{1 + (1 – 0,3) (1/3)} = 1,233
Hasil semacam itu terjadi karena, pada kondisi ada pajak, perusahaan dengan utang mempunyai penghematan pajak yang bisa menurunkan risiko.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 8: RETURN DAN RISIKO: PENDAHULUAN

BAB 11: BIAYA MODAL